Jumat, Juli 20, 2007

Fibrilasi Atrium, Risiko Stroke Mengintai

JANTUNG normal berdenyut 60–100 kali per menit dengan irama teratur. Ini bisa diketahui dengan menyentuh urat nadi pada pergelangan tangan.

Irama jantung terkadang ada yang tidak mengikuti irama normalnya, berdetak lebih cepat, disertai sesak napas, pusing, letih, ataupun nyeri dada. Denyut nadi di bawah 60–100 per menit pun perlu diwaspadai juga. Sebab, bisa jadi merupakan indikasi gangguan fibrilasi atrium (FA).


FA merupakan salah satu gangguan irama jantung yang paling sering ditemukan. Diagnosis penyakit ini mudah diketahui bahkan dengan pemeriksaan fisik sederhana oleh seorang dokter umum sekalipun. Gangguan ini timbul karena adanya impuls listrik sangat cepat dan tak teratur.

Akibatnya, denyut atrium maupun ventrikel (bilik utama jantung) menjadi sangat cepat dan tidak teratur. Para lanjut usia yang berusia 65–85 tahun merupakan kelompok berisiko tinggi fibrilasi atrium. Pada usia ini biasanya penyakit-penyakit, seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, kelainan katup jantung, gagal jantung sering dijumpai. Penyakit-penyakit tersebut merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan irama jantung.

”Untuk penyebab dasarnya sendiri hingga saat ini belum bisa dipastikan,” ungkap Ketua Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM Prof Dr Sjaharuddin Harun SpPD di Jakarta, baru-baru ini.

Hal senada diungkapkan mantan Direktur Pusat Jantung Nasional Dr Aulia Sani SpJP. Dia mengungkapkan, salah satu penyebab fibrilasi atrium adalah adanya pembesaran pada serambi kiri ataupun serambi kanan sehingga mengganggu hantaran dari serambi ke bilik.

”Mereka yang menderita gangguan irama jantung biasanya memiliki penyakit yang sudah menahun. Sebut saja gangguan jantung atau hipertensi. Penyakit tersebut bisa menyebabkan gangguan irama jantung karena semakin lama, atrium semakin membesar,” tuturnya.

Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan pasien FA, meliputi kendali irama atau usaha mengembalikan irama jantung ke irama normal, penggunaan obat-obatan, seperti sotalol, disopiramid, amiodaron, yang saat ini paling banyak digunakan. Selain itu, ada kendali laju. Terapi ini merupakan kendali usaha untuk mengendalikan laju irama jantung yang tidak normal tersebut agar berada di antara 60–100 kali per menit. Selain itu, bisa dengan obat-obatan dan tanpa obat-obatan.

”Selain terapi tersebut, hal yang bisa dilakukan adalah mengobati penyakit dasarnya dulu. Kalau dia menderita hipertensi, ya hipertensinya dulu yang diobati,” tandas Aulia. Risiko yang ditimbulkan dari gangguan irama jantung ini adalah stroke tromboemboli. Pasien dengan gangguan irama jantung FA memiliki kejadian stroke lima kali lipat dibandingkan mereka yang memiliki irama jantung normal.

”Akibatnya, terjadi perlambatan aliran darah di atrium kiri (serambi kiri jantung), yang dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah (trombus) di rongga jantung,” paparnya. Jika aliran darah melambat, otomatis darah yang mengalir ke otak akan terhambat sehingga memicu terjadinya stroke.

Kaum Muda pun Bisa

Hasil penelitian yang dilakukan di negara-negara Barat menunjukkan, gangguan irama jantung diderita 2,1 persen pria dan 1,7 persen wanita. Sementara data di ruang perawatan koroner intensif (ICCU) RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) terdapat 6,72 persen pasien yang mengalami FA, di antaranya 4,72 persen dengan infark miokard akut (serangan jantung).

Secara umum, FA memang rentan dialami oleh para usia lanjut. Namun, bukan berarti kaum muda terhindar dari gangguan ini. Apalagi jika sering merasa berdebar-debar, disertai pusing, rasa letih, maupun nyeri dada.

”Ya, usia muda pun bisa terkena fibrilasi atrium. Jika memang katupnya sudah rusak. Atau dari kecil dia sudah memiliki penyakit jantung,” ungkap Staf Rehabilitasi Pusat Jantung Nasional/RS Jantung Harapan Kita Dr Aulia Sani SpJP.

Dia menambahkan, biasanya, penderita FA berusia muda dipicu oleh faktor stres, rokok, maupun alkohol. Hanya yang perlu diingat, tidak semua debaran jantung bisa dikatakan menderita gangguan irama jantung. ”Kalau dia berdebar-debar karena kaget, itu hal yang wajar. Denyut jantung menjadi lebih cepat dari biasanya, nanti juga akan kembali normal lagi,” tandasnya.

Tidak ada komentar: